Sinergi Pembangunan Rendah Karbon Diluncurkan di Parlemen: Buku Panduan Pendanaan Iklim, Modul Ekonomi Sirkular dan Kajian tentang Islamic Blended Finance
10 July 2024
Jakarta, 10 Juli 2024 —United Nations Development Programme (UNDP) melalui Country Office di Indonesia, bersama Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI dan Yayasan Anwar Muhammad, menyelenggarakan acara sosialisasi Buku Panduan Pendanaan Iklim untuk Parlemen. Buku ini merupakan pedoman komprehensif bagi parlemen untuk mengalokasikan dan mengelola anggaran, mengupayakan alokasi pendanaan, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam aksi kolektif untuk mengatasi perubahan iklim.
Selama beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah menimbulkan ancaman yang mengkhawatirkan bagi sekitar 270 juta orang di Indonesia. Dampaknya sangat besar, dengan perubahan musim yang tidak dapat diprediksi yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan dan kebakaran hutan yang signifikan, termasuk kenaikan permukaan air laut dan suhu.
Indonesia telah berkomitmen untuk mengendalikan perubahan iklim, yang ditandai dengan peningkatan target penurunan emisi sebesar 31,89% melalui upaya nasional dan 43,2% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 (ENDC 2021). Negara ini juga berkomitmen untuk mencapai target emisi 0% pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebagaimana tercantum dalam Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR 2050). Sumber pendanaan yang berkelanjutan diperlukan untuk memenuhi ambisi nasional tersebut sekaligus mendukung upaya pembangunan rendah karbon. Di sinilah pendanaan iklim memiliki peran penting.
Pendanaan iklim mengacu pada semua aliran dana untuk mengatasi penyebab dan konsekuensi perubahan iklim. Hal ini juga penting untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim karena sumber daya keuangan diperlukan untuk mengurangi emisi secara signifikan dan beradaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim. Dalam hal ini, parlemen juga memainkan peran penting dalam proses penganggaran publik untuk pendanaan iklim, terutama dalam memastikan anggaran yang akuntabel dan alokasi yang memadai, mendorong penerapan ekonomi sirkular, dan mengakomodasi kesetaraan gender dan inklusi sosial.
Upacara peluncuran ini juga bertujuan untuk mensosialisasikan Modul Ekonomi Sirkular dan meningkatkan pemahaman parlemen, pemerintah, dan masyarakat untuk meminimalisir sampah dari berbagai sektor. Modul ini menganalisis potensi dan strategi implementasi ekonomi sirkular di Indonesia.
Sesuai dengan Buku Panduan Pendanaan Iklim, modul ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas parlemen, lembaga eksekutif, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengarusutamakan isu-isu ketahanan lingkungan hidup dan kesejahteraan sosial. Selain itu, buku ini juga menjelaskan cara untuk mewujudkan potensi ekonomi sirkular di Indonesia dalam konteks keuangan dan hukum, termasuk peran pemangku kepentingan terkait dan bagaimana sektor industri beradaptasi dengan ekonomi sirkular.
“Solusi pendanaan iklim merupakan faktor penentu keberhasilan kita. Seperti yang kita ketahui, Indonesia membutuhkan lebih dari 8 triliun Dolar AS untuk mencapai SDGs dan terdapat kekurangan sebesar 1,5 triliun Dolar AS menurut Peta Jalan SDGs. Sedangkan di sektor iklim, terdapat kekurangan sedikitnya 285 miliar Dolar AS untuk memenuhi NDC saat ini. Seluruh pendanaan harus disalurkan untuk mendukung agenda iklim dan keberlanjutan kita, mengurangi investasi yang berdampak negatif pada lingkungan hidup (“Brown Investments”), yang mencakup pendanaan swasta dan publik, baik dari sumber domestik maupun internasional.” kata Norimasa Shimomura, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia.
Dalam perjuangan global melawan krisis iklim, ada satu sumber daya yang belum dimanfaatkan secara maksimal: potensi luar biasa pendanaan Syariah. Ketika semua orang menghadapi kebutuhan mendesak akan solusi pembangunan berkelanjutan, para pembuat kebijakan harus menyadari peran penting yang dapat dimainkan oleh organisasi keagamaan dalam membentuk masa depan yang lebih adil dan berketahanan.
UNDP Indonesia juga telah menyiapkan Studi Pengantar model Islamic Blended Finance (IBF). Model ini mengeksplorasi potensi IBF dalam menjawab kesenjangan pendanaan iklim bagi petani yang rentan terkena dampak perubahan iklim di tingkat masyarakat.
IBF memberikan fleksibilitas pembayaran, pengurangan risiko, dan bantuan pemasaran produk untuk membangun kapasitas petani dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan mengembangkan upaya pembangunan rendah emisi mulai dari proses produksi hingga pasar.
IBF memungkinkan penggalangan sumber modal baru dengan menggabungkan pendanaan publik maupun non-pemerintah, memanfaatkan wakaf, dan investasi berbasis dampak (impact investing). Program ini memperkuat enam jenis modal (6C): finansial, manufaktur, manusia, sosial dan hubungan, intelektual, dan modal alam. Adanya pembiayaan alternatif seperti IBF yang menjangkau kelompok rentan menjamin terwujudnya pembangunan rendah karbon yang inklusif.
Dalam keuangan Syariah, inisiatif seperti zakat, diperkirakan mencapai 550-600 miliar Dolar AS secara global, menghadirkan peluang unik untuk menyediakan sumber daya untuk aksi iklim. Dari sektor komersial, 7,2 miliar Dolar AS telah dikumpulkan melalui Green Sukuk, obligasi Syariah (2018-2023) yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia, yang mengurangi 10,5 juta ton CO2e.
Upaya pembangunan rendah karbon ini dilaksanakan UNDP dengan dukungan Pemerintah Swedia dan Kantor Pembangunan Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris (UK Foreign and Commonwealth Development Office). Keterkaitan antara pendanaan iklim, ekonomi sirkular, dan IBF dapat membuka peluang besar bagi dunia yang lebih ramah lingkungan.
Amanda McLoughlin, Direktur Pembangunan Kedutaan Besar Inggris menyatakan, “Inggris adalah mitra lama Indonesia dalam isu besar saat ini: perubahan iklim. Dukungan kami terhadap sektor kehutanan dan tata guna lahan sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, dan kami kini bangga bisa berkolaborasi dengan mitra pemerintah dan non-pemerintah di berbagai bidang.”
Peluncuran ketiga referensi ini adalah langkah penting menuju pencapaian tujuan iklim Indonesia. Ketika negara ini dihadapkan dengan tantangan yang terus berkembang akibat perubahan iklim, kolaborasi dan tindakan dari semua pihak diperlukan untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan serta kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.